Paradigma Ilmu Administrasi Publik
Oleh : Rizki Al Kharim
Pada
tataran keilmuan, administrasi publik mengalami perubahan dewasa ini terutama
sejak tahun 1990an. Administrasi publik yang semula dianggap sebagai konsep
ekslusif yang berfokus kepada masalah efisiensi dan efektifitas telah bergeser
menjadi konsep yang multidisipliner. Administrasi publik tidak saja berfokus
kepada efisiensi tetapi lebih luas lagi seperti isu demokrasi, pembedayaan,
afirmative action dsb. Secara garis besar konsep administrasi publik
dibagi menjadi empat generasi yaitu generasi pertama yang menonjolkan
karakteristik scientific administration, generasi kedua yaitu pluralism
administration dimana administrasi berkembang berkat dukungan atau kontribusi
ilmu ilmu sosial yang lain, generasi ketiga yang ditandai dengan kedewasaan
jatidiri administrasi publik sebagai domain studi tersendiri dan generasi
keempat dimana administrasi dipandang sebagai proses governance.
Generasi pertama
Kendati
pengajaran ilmu administrasi telah dimulai sejak abad 18 terutama melalui
pengajaran kameralisme di Jerman oleh Frederick William (1788) dan di Prancis
pada era Napoleon, dalam literatur administrasi publik, karya Wilson lebih
banyak dikenal sebagai tonggak perkembangan awal pemikiran administrasi publik.
Generasi pertama pemikiran administrasi publik banyak menekankan sisi
scientifik dan prinsip prinsip universal untuk mencapai efisiensi dan
efektifitas. Woodrow Wilson melalui
karyanya “the study of administration”,
tahun 1887, berpendapat bahwa administrasi merupakan hasil perkembangan dari
ilmu politik. Seperti yang dikatakannya bahwa “The science of administration is the latest fruit
of that study of the science politics which was begun some twenty-two hundred
years ago..”. meskipun merupakan hasil dari perkembangan ilmu
politik, Wilson menegaskan bahwa ilmu administrasi berbeda dengan ilmu
politik. Wilson yang tertarik dengan administrasi yang dikembangkan di
Prancis dan Jerman pada masa itu, berpendapat bahwa administrasi berfungsi
untuk membantu executif untuk menjalankan pekerjaan secara efektif dan efisien
sehingga harus dipisahkan dari politik.
“The field of
administration is a field of business. It is removed from hurry and strife of
politics; it is at most points stands apart even from debatable ground of
constitutional study (..) the object of administrative study is to rescue
executive methods from confussion and costliness of empirical experiment and
set them upon foundation laid deep in stable principle”.
Pendirian Wilson ini menjadi dasar
pemikiran awal kelahiran ilmu administrasi publik di awal abad 20. Karya
penting yang memperkuat pandangan dikotomi antara administrasi dan politik
adalah dikemukakan oleh Frank J Goodnow (1900) dan Leonard D White. Goodnow
menegaskan bahwa terdapat dua fungsi yang berbeda dalam pemerintahan. Pertama,
politik yaitu fungsi menyangkut pembuatan kebijakan atau expresi dari kehendak
negara. Dan administrasi yaitu fungsi yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan
tersebut. Perbedaan ini didasarkan pada pemisahan kekuasaan. Cabang
legislatif dibantu oleh kemampuan intrepretatif dari cabang kekuasaan judisial,
bertugas menjalankan kehendak negara. Sedangkan cabang kekuasaan eksekutif
bertugas untuk mengadministrasikan kebijakan tersebut secara imparsial dan non
diskriminatif.
Pemisahan
administrasi publik dari ilmu politik menjadi semakin kokoh dengan kontribusi
dari prinsip prinsip saintifik dalam administrasi. Pada masa itu beberap
pemikiran saintifik manajemen seperti yang dipublikasikan oleh Frederick Taylor
(1912) dan Frederick Henry Fayol (1916) berjudul Administration Industrielle et Général sangat berpengaruh
dalam perkembangan administrasi publik saat itu. Pengaruh pemikiran manajemen saintifik tersebut diperkuat dengan karya
Luther Gullick dan Lyndall Urwick yang berjudul Papers on the science of administration (1937). Kedua
penulis tersebut, hampir sama dengan Fayol dan Taylor berkeyakinan bahwa
terdapat prinsip prinsip universal yang dapat diterapkan dalam mengelola di
setiap organisasi baik pemerintah, perusahaan, organisasi sosial dsb. Prinsip
tersebut adalah Planning, Organising, Staffing, Directing, Coordinating,
Reporting dan Budgeting.
Generasi kedua
Memasuki
tahun 1950an, ilmu administrasi publik dipengaruhi oleh dua pandangan yang
berbeda. Peter Self menyebut masa ini adalah muncul adanya pluralisme teori
administrasi publik. Ada dua pengaruh dalam perkembangan administrasi publik
saat itu yaitu ilmu politik dan manajemen. Menguatnya pengaruh ilmu politik, dimulai dari pernyataan D. Waldo
(1950) yang menyatakan bahwa “A theory of
Public Administration means in our time a theory of politics also”.
Ilmu politik sebagai ibu dari administrasi publik menyumbangkan pemikiran yang
signifikan terhadap konsep konsep demokrasi, masyarakat pluralist, kesetaraan,
dan birokrasi. Sumbangan ilmu politik ini lahir dari konteks dunia khususnya
negara barat waktu itu yang dihadapkan pada masalah perang ideologi, dominasi
birokrasi dalam menopang wellfare state. Ilmu politik menyumbangkan studi
birokrasi dalam kaitannya dengan pembangunan politik. Hal ini misalnya terlihat
dari karya La Palombara, Bureaucracy and
political development (1963), Lucian W Pye (Crisis in political development, l972).
Pengaruh ilmu politik juga membuahkan pendekatan baru dalam administrasi publik
yaitu ilmu kebijakan publik. Hal ini dipelopori oleh karya terutama Linbolm
(1968), Wildavsky (1964).
Demikian
pula halnya dengan ilmu manajemen. Pengaruh ilmu manajemen dalam administrasi
publik adalah cara pandang adanya prinsip prinsip manajemen yang dapat
diterapkan di semua jenis organisasi. pandangan ini mendorong para sarjana
administrasi publik membuat jurnal administrative
science quarterly pada tahun 1956. Jurnal ini menggambarkan sikap
para sarjana administrasi publik yang berpendapat bahwa ilmu administrasi
adalah sama dengan ilmu manajemen (generic
management) yang dapat diterapkan disegala bentuk organsisasi,
publik, privat, sosial dsb. Karena pengaruh manajemen yang kuat dalam
administrasi publik, banyak sekolah di awal tahun 1960an menempatkan studi
administrasi bisnis dan administrasi publik dan ilmu sosial lainnya dalam satu
naungan.
Perlu
perkembangan karakter pluralisme dalam ilmu administrasi di dorong oleh
ketertarikan masyarakat keilmuan terhadap peran birokrasi yang dominan setelah
perang dunia kedua. Berbagai sumbangan dari disiplin ilmu lain disamping
politik dan manajemen yang sangat signifikan adalah berasal dari ilmu sosiologi.
Karya Michel Crozier Le phenomenon
bureaucratic (1964), Merton (1954), Parkinson (1955), dsb. Para
sosiolog memberikan sumbangan dalam pemahaman lebih mendalam mengenai dinamika
birokrasi dalam masyarakat.
Generasi ketiga administrasi publik sebagai administrasi publik
(1970-sekarang)
Perkembangan
administrasi publik masa sebelumnya membentuk sikap percaya diri bagi sarjana
dan penyelenggara pendidikan administrasi publik untuk menjadikan administrasi
publik sebagai suatu disiplin tersendiri. Di
Amerika, sekolah yang menyelenggarakan program administrasi publik mendirikan
persatuan yaitu National Association of Schools of Public Affairs and
Administration (NASPAA) pada tahun 1970. Sebanyak 250 akademi dan universitas
yang tergabung dalam asosiasi tersebut membuka program Master of Public
Administration yang memberikan gelar MPA bagi lulusannya. Di tingkat
internasional, pada tahun 1970 dibentuk IASIA (International Association of
School and Institut of Administration) dengan anggota lebih dari 160 sekolah
dan institut ilmu administrasi.
Generasi keempat
Menguatnya konsep konsep
manajerialisme di awal tahun 1980an memiliki pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan konsep administrasi publik di tahun 1990an. Berawal dari kritik
pendekatan public choice yang
berkembang di tahun 1970an terhadap model birokrasi dalam negara negara yang
menganut ideologi wellfare state,
para akademisi dan praktisi di negara negara barat terdorong untuk menerapkan
pendekatan manajemen sektor privat ke dalam sektor publik. Cara kerja sektor
swasta yang menekankan kinerja, efisiensi, dan fleksibilitas dianggap merupakan
formula yang tepat untuk memperbaiki masalah pemborosan, inefisiensi,
iresponsifitas pemerintah yang banyak dikritik oleh para akademisi public choice. Trend manajerialisme
di sektor publik mendorong pendekatan baru yang dikenal sebagai pendekatan new public management. Istilah “new” ini digunakan untuk membedakan
dengan public management
yang lama. Yang disebut belakangan ini, diartikan sebagai tindakan manajerial
didalam konteks kebijakan tertentu dan kelembagaan. Menurut Ott, Hyde dan
Shafritz dalam bukunya Public Management
: The essential Readings (1991) public
management memberikan tekanan bahwa “administrasi publik merupakan
suatu profesi dan para public managers sebagai praktisi dari profesi tersebut”.
Kendati menekankan aspek manajerialisme dalam penyelenggaraan kebijakan, konsep
public management secara
tegas berbeda dengan private sector
management. Menurut Les Metclafe dan Sue Richards (1993 :115) “what distinguishes public management is explicit
acknowledgement of responsibility for dealing with structural problems at
the level of the system as a whole”. Public management adalah penerapan manajemen oleh para
manajer publik di birokrasi dalam rangka pelaksanaan kebijakan publik. Berbeda
dengan konsep public management “lama”,
menurut Christopher Hood (1991) new
public management lebih menekankan pada pengukuran kinerja daripada
proses penerapan kebijakan, lebih menitiknberatkan pada pelayanan yang kompetitif
yang dijalankan melalui organisasi publik semi otonom atau sistem kontrak
dengan swasta ketimbang melalui pelayanan oleh birokrasi dan memberikan
kebebasan kepada manajer publik bekerja seperti rekannya di sektor swasta.
Kendati demikian konsep new public
management (NPM) tidak sepi dari kritik. Richard Rhodes (1994 :148)
misalnya konsep tersebut cenderung menciptakan “bahaya adanya fragmentasi
kelembagaan pemerintah, hilangnya akuntabilitas, dan merosotnya kemampuan
pemerintah mengendalikan sistem”. Secara tegas, Rhodes berpendapat bahwa “NPM could be a disaster waiting to happen”
(1994: 149).
Perdebatan antara “Old” Public Management” dan “New” Public Management” mendorong
pendekatan baru yang memandang administrasi publik sebagai governance. Fokus utama bukan lagi pada
pemerintah (government)
sebagai sebuah institusi yang diberikan kewenangan untuk mengatur masyarakat
dan menjadi penyedia utama pelayanan publik melainkan lebih pada proses. Governance merupakan proses pemecahan
masalah publik yang melibatkan instrumen hukum, kebijakan, kemitraan pemerintah
dengan swasta maupun pemberdayaan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan
pemerintahan secara efektif dan efisien. Implikasi dari pendekatan ini adalah :
a. Kaburnya batasan konsep pemerintah sebagai lembaga yang ekslusif dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai bentuk penguatan gagasan demokrasi dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah diharapkan mampu mendorong
partisipasi swasta dan masyarakat dalam memecahkan masalah masalah publik.
Dalam konteks ini, konsep kunci pemerintahan telah bergeser dari konsep
pemerintah sebagai “ruler”
atau penguasa kepada konsep pemerintah sebagai pemberdaya (enabler). Demikian halnya gambaran
proses pemerintahan yang bersifat hirarkis dan ekslusif bergeser kepada proses
interaksi dalam sistem jejaring (network)
dan kemitraan.
b.
Menguatnya
pendekatan multidispliner dalam studi ilmu administrasi publik. Mengaburnya
batasan lembaga pemerintah yang tidak lagi bersifat ekslusif, membawa implikasi
dalam dimensi keilmuan. Studi administrasi publik semakin bersifat
multidipliner dengan kontribusi terutama dari displin ilmu politik, manajemen
dan hukum. Ilmu politik memberikan pemahaman terhadap konteks operasional
administrasi publik, sedangkan manajemen dan hukum memperkuat pemahaman atas
sarana bertindak dari para manajer publik.
c.
Menguatnya
gagasan bahwa manajemen publik adalah sebuah profesi. Pemahaman bahwa
penyelenggaraan pemerintahan merupakan proses pemecahan masalah menuntut
kemampuan konseptual dan teknis. Hal ini menciptakan kebutuhan untuk memperkuat
profesionalisme tidak saja bagi para manajer publik tetapi juga para pimpinan
organisasi swasta dan masyarakat yang menjalankan kerjasama dengan insitusi
pemerintah.
TIM
Reformasi STIA-LAN.
**********
0 Comments